Sabtu, 29 April 2017

HUBUNGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN ETIKA BISNIS



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Mulai populernya istilah "tata kelola perusahaan yang baik" atau lebih dikenal dengan istilah good corporate governance, tidak lepas dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan - perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Runtuhnya Sistem Ekonomi Komunis mejelang akhir abad ke-20, menjadikan Sistem Ekonomi Kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem Ekonomi Kapitalis ini makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh negera-negara maju penganut sistem ekonomi kapitalis. Ciri umum sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/sektor swasta. Pola krisis di Indonesia-sebagaimana juga di beberapa negara Asia lainnya sekitar tahun 1997 diawali oleh para spekulan mata asing sehingga memberikan tekanan berat pada mata uang lokal di beberapa negera di Asia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang lokal, naikknya suku bunga bank, meningkatnya kredit macet, dan anjloknya indeks harga saham (I.P.G. Ary Suta dan Soebowo Musa, 2004). Sebelum krisis, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mendomisasi pinjaman ke bank dalam valuta asing sehingga pada terjadinya krisis pada tahun 1997 perusahaan-perusahaan tersebut mengalamai kebangkurat atau kesulitan keuangan karena utang yang menggelembung akibat dari bunga bank yang meningkat dan anjloknya nilai rupiah. Hal ini menimbulkan efek donomi dengan hancurnya sistem perbankan di Indonesia pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat kompleks. Beberapa perusahaan yang bermasalah dan bahkan tidak mampu labi menerukan kegiatan usahannya akibat adanya praktik tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance), antara lain : PT. Indorayon, PT Lapindo Brantas, PT Dirgantara Indonesia, dan bank-bank ini harus melakukan mergerBank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara (BDN) , Bank Bumi Daya - (BBD), Bank Export- Import- Bank Exim). Pada intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan pada tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahaan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara superpower Amerika Serikat (AS). Bahkan, yang menimpa AS terjadi secara bergelombang dalam kurun waktu yang relatif singkat. Sama seperti di Indonesia, Kasus yang terjadi di AS juga disebabkan oleh lemanya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan terjadi pada sekitar awal tahun 2000-an menimpa perusahaan-perusahaan raksana, seperti : Enron, Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams Technologies Companies, WorldCom, Dynegy, JP Morgan, Chase, Citicorp, AOL, TimeWarner, dan Lucent Technologies (Tuanakotta, 2007). Akibat dari berbagai praktik tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahaan-perusahaan besar ini bukan saja telah menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia tetapi juga memengaruhi perekenomian AS dan dunia. Untuk mengatasi krisis global pertama pada awal tahun 2000-an, pemerintah AS bertindak cepat untuk meredam kepanikan para investor dengan mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang-undang ini berisi penataan kembali Akuntansi Perusahaan Publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, Undang-Undang ini menjadi acual awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG, baik di AS maupun di Indonesia.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian Etika Bisnis
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan hukum yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

2.2       Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Istilah Good Corporate Governance (GCG) atau Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

2.3       Hubungan GCG dengan Etika Bisnis menurut 4 Unsur 
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
GCG terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1.      Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
2.      Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
3.      Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4.      Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.

Pada intinya prinsip dasar GCG terdiri dari lima aspek yaitu:

1.      Transparancy, dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
2.      Accountability, adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3.      Pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4.      Independency, atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5.      Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu pelakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4       Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance

1.      Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi  peraturan yang ada. Pelanggaran atas Kode Etik dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.      Nilai Etika Perusahaan
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :

a.       Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.
b.      Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.

Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).

Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.

2.5     Hubungan Etika Bisnis dan Good Corporate Governance
Disadari atau tidak, penerapan Good Corporate Governancedalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi.


http://rep-ekonomi.blogspot.co.id/2014/10/latar-belakang-munculnya-gcg.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar