BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mulai populernya istilah "tata kelola perusahaan yang
baik" atau lebih dikenal dengan istilah good corporate governance,
tidak lepas dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan -
perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika
Serikat. Runtuhnya
Sistem Ekonomi Komunis mejelang akhir abad ke-20, menjadikan Sistem Ekonomi Kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi
yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem Ekonomi Kapitalis ini makin kuat mengakar berkat arus
globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh negera-negara maju
penganut sistem ekonomi kapitalis. Ciri umum sistem ekonomi kapitalis adalah
kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh
individu-individu/sektor swasta. Pola
krisis di Indonesia-sebagaimana juga di beberapa negara Asia lainnya sekitar
tahun 1997 diawali oleh para spekulan mata asing sehingga memberikan tekanan
berat pada mata uang lokal di beberapa negera di Asia. Akibatnya, terjadi
penurunan nilai mata uang lokal, naikknya suku bunga bank, meningkatnya kredit
macet, dan anjloknya indeks harga saham (I.P.G. Ary Suta dan Soebowo Musa,
2004). Sebelum krisis, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mendomisasi
pinjaman ke bank dalam valuta asing sehingga pada terjadinya krisis pada tahun
1997 perusahaan-perusahaan tersebut mengalamai kebangkurat atau kesulitan
keuangan karena utang yang menggelembung akibat dari bunga bank yang meningkat
dan anjloknya nilai rupiah. Hal ini menimbulkan efek donomi dengan hancurnya
sistem perbankan di Indonesia pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi,
politik, dan sosial yang sangat kompleks. Beberapa
perusahaan yang bermasalah dan bahkan tidak mampu labi menerukan kegiatan
usahannya akibat adanya praktik tata kelola perusahaan yang buruk (bad
corporate governance), antara lain : PT. Indorayon, PT Lapindo Brantas, PT
Dirgantara Indonesia, dan bank-bank ini harus melakukan mergerBank Pembangunan
Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara (BDN) , Bank Bumi Daya - (BBD), Bank
Export- Import- Bank Exim). Pada
intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan pada tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola
pemerintahaan yang buruk pula (bad government governance) sehingga
memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Kasus
manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi
juga terjadi di negara superpower Amerika Serikat (AS). Bahkan, yang
menimpa AS terjadi secara bergelombang dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Sama seperti di Indonesia, Kasus yang terjadi di AS juga disebabkan oleh
lemanya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan
terjadi pada sekitar awal tahun 2000-an menimpa perusahaan-perusahaan raksana,
seperti : Enron, Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams Technologies
Companies, WorldCom, Dynegy, JP Morgan, Chase, Citicorp, AOL, TimeWarner, dan
Lucent Technologies (Tuanakotta, 2007). Akibat
dari berbagai praktik tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahaan-perusahaan
besar ini bukan saja telah menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia tetapi juga
memengaruhi perekenomian AS dan dunia. Untuk mengatasi krisis global pertama
pada awal tahun 2000-an, pemerintah AS bertindak cepat untuk meredam kepanikan
para investor dengan mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley
Act of 2002. Undang-undang ini berisi penataan kembali Akuntansi Perusahaan
Publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena
itu, Undang-Undang ini menjadi acual awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG,
baik di AS maupun di Indonesia.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Etika Bisnis
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah
cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya
ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan
hukum yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan
di masyarakat.
2.2 Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Istilah Good Corporate Governance
(GCG) atau Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Good
Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada
umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur,
manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.
2.3 Hubungan GCG dengan Etika Bisnis menurut 4 Unsur
Good Corporate Governance (GCG)
adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada
umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur,
manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.
GCG terdiri dari 4 (empat) unsur
yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1.
Commitment on Governance adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
2.
Governance Structure adalah
struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan
yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
3.
Governance Mechanism adalah
pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank
dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4.
Governance Outcomes adalah hasil
dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Pada intinya prinsip dasar GCG
terdiri dari lima aspek yaitu:
1.
Transparancy, dapat diartikan
sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun
dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
2.
Accountability, adalah kejelasan
fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3.
Pengelolaan perusahaan terhadap
prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4.
Independency, atau kemandirian
adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5.
Fairness (kesetaraan dan
kewajaran) yaitu pelakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.4 Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance
1.
Code of Corporate and Business
Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code
of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip
Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan &
pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di
dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip
tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi peraturan yang ada. Pelanggaran
atas Kode Etik dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Beberapa nilai-nilai etika
perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung
jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif
seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik
tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan
& pimpinan perusahaan, antara lain masalah :
a.
Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh
karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang
untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Adanya
kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang
saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi
(keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.
b.
Benturan Kepentingan (Conflict
of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan
kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan
kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki,
secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil
suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif,
bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.
Beberapa kode
etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan
suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan
kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail
kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan
sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan,
misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).
Untuk
melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan
semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent,
misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut
sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang
melanggar kode etik. Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan
perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah
ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.
2.5 Hubungan Etika Bisnis dan Good Corporate
Governance
Disadari atau
tidak, penerapan Good Corporate Governancedalam implementasi etika dalam bisnis
memiliki peran yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi
menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada
prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika bisnis yang dapat memenuhi keinginan
seluruh stakeholdernya. Etika bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi
suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala
macam serangan ketidakstabilan ekonomi.
http://rep-ekonomi.blogspot.co.id/2014/10/latar-belakang-munculnya-gcg.html